
SUARA UTAMA NEWS – KETAPANG. Hari ini para aktivis Pekerja/buruh patut bersyukur, dimana dulu nya ketika ada yang kritis bersuara membela hak Pekerja/Buruh dituduh pengacau kerja, dianggap pahlawan kesiangan bisa membuat berbahaya perusahaan.
Namun setelah ditetapkannya 1 Mei sebagai hari Buruh Internasional yang biasa di sebut MAY DAY para pekerja Buruh memiliki Hak berunding yang merupakan salah satu hak fundamental buruh yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja.
dan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hak ini memberikan jaminan bagi buruh untuk berdiskusi dan bernegosiasi dengan pengusaha terkait kondisi kerja, upah, dan hak-hak lainnya.
Perundingan ini dapat dilakukan melalui serikat pekerja atau langsung dengan pengusaha.
Pada momen MAY DAY ini mari kita mengenang satu peristiwa yang sangat memilukan dan memalukan yang dialami oleh seorang pekerja/Buruh wanita Bernama MARSINAH.
Akbat ulah Pengusaha yang tak taat aturan karna mendapat beking dari pemerintah kala itu yang juga tak tau malu. MARSINAH meninggal dengan kondisi yang menggemaskan.
Marsinah adalah buruh PT Catur Putera Surya (CPS) di Porong, Jawa Timur. MARSINAH aktif mengadvokasi kesejahteraan rekan-rekan sesama buruh.
Peristiwa tragis pada tahun 1993. ini bermula dari , pemerintah Provinsi Jawa Timur sudah menetapkan UMP sebesar Rp2.250. Dari ketetapan, itu Pemprov mengeluarkan surat edaran agar para pengusaha menaikkan upah buruh.
Namun, PT CPS enggan melakukan nya, tetap mempertahankan buruh dengan gaji lama, yakni Rp1.700 per bulan. PT CPS ingin kenaikan hanya menyasar tunjangan, bukan gaji pokok.
Marsinah memprotes hal tersebut. Bagi Marsinah, kenaikan tunjangan merugikan para buruh.
Sebab, jika sakit atau ada keperluan lain, maka yang bersangkutan tak dapat tunjangan. Apalagi para buruh perempuan yang terkadang tak bisa masuk kerja akibat, hamil, menstruasi, dan sebagainya.
Atas dasar ini, Marsinah mendorong rekan-rekan melakukan pemogokan massal. Singkat cerita, pemogokan massal pun terjadi.
Ketika pemogokan, beberapa buruh dipanggil ke Kodim. Pada masa Orde Baru, militer sering menjadi mediator untuk menyelesaikan permasalahan antara buruh dan pengusaha pabrik.
Dari pemanggilan tersebut emosi Marsinah memuncak ketika buruh yang dipanggil dipaksa resign dari pabrik. Pada titik inilah, Marsinah ingin datang ke Kodim. Namun nasib buruk malah menimpa Marsinah
Pada 8 Mei 1993, dua hari usai dipanggil ke Kodim, Marsinah ditemukan tubuh nya di suatu gubuk. Hasil visum menyebut dia mendapat luka-luka di bagian bawah tubuh. Banyak tulangnya patah. Organ-organ dalamnya rusak. Menurut tim autopsi, ini tanda kekerasan.

Meski penyebab kematian sudah terkuak, kematian Marsinah 24 tahun lalu menjadi tanda tanya sampai sekarang dan tak diketahui siapa pembunuhnya.
Apa yang terjadi pada Marsinah merupakan satu dari sekian banyak kasus hasil dinamika panas antara buruh dan pengusaha soal pengupahan setiap sepanjang kekuasaan saat itu.
Sebagai catatan, selama pemerintahan kala itu berkuasa, upah minimum buruh ditentukan berdasarkan PP No 8 tahun 1981. Berbeda dengan sekarang, di era Orde Baru tak ada sistem pengupahan berdasarkan regional. Upah ditentukan oleh pusat untuk semua daerah.
Jurnalis senior Willy Pramudya dalam bukunya Cak Munir: Engkau Tidak Pernah Pergi (2004) menyebut, lewat aturan tersebut buruh mati dalam kemiskinan dan ketergantungan.
Sebab, kebijakan upah kala itu tidak mengakomodir kelompok lemah. Selain itu, para buruh juga tidak diajak diskusi, sehingga keputusan upah minimum murni keputusan pemerintah.
Hal ini bisa terjadi karena Pemerintah kala itu ingin mempertahankan investasi. Jika upah buruh dinaikkan, maka investor bisa kabur. Artinya, pemerintah ingin mengutamakan kalangan pengusaha.
Politisi Amien Rais dalam Suara Amien Rais, Suara Rakyat (1998) menyebut, ketidakadilan tersebut lantas membuat para pengusaha atau majikan semena-mena. Mereka jadi bebas menggaji buruh. Atau bahkan melanggar ketentuan upah minimum.
Pengusaha juga tak takut sebab tak ada sanksi berat menanti jika melanggar aturan upah minimum.
Tak hanya itu, para pengusaha juga memandang hubungan dengan buruh hanya sebatas kontraktual. Artinya, jika buruh tidak mau ikut aturan, maka silakan keluar sebab masih banyak buruh lain yang mau kerja.
Penyanyi Legendaris Indonesia (Iwan Fals) juga membuat Sebuah Lagu berjudul ROBOT BERNYAWA yang Lirik dapat mewakili Para Aktivis dan Pekerja/Buruh, dibawah ini Kutipan syair nya.
“Lihatlah itu ya disana Orang berkumpul bising suaranya, Wajahnya merah dibakar marah
Sang dewa nasib sedang berduka
“Didepan pabrik minta keadilan Hanyalah janji membumbung tinggi Tuntutan mereka membentur baja Terus bekerja atau di PHK
“Inilah lagu orang tak berdaya Mencoba mempertanyakan haknya Dituduh pengacau kerja
Dianggap pahlawan kesiangan Bisa berbahaya
“Jangan bertanya jangan bertingkah Robot bernyawa teruslah bekerja Sapi perahan dijaman moderen Mulut dikunci tak boleh bicara
“Inilah nasib orang orang bawah Tidur berjajar menciptakan mimpi indah Bekerja terus bekerja
Mencoba membalik nasib Ternyata susah
Nah Kita berharap semoga saja Tragedi MARSINAH bisa menjadi pelajaran berharga dalam Penyelesaian Hubungan Industrial.
Pengusaha Boleh Kaya, Namun Pekerja/Buruh juga Harus Sejahtera. SELAMAT HARI BURUH, MAY DAY IS KOLABORASI DAY.