
SUARA UTAMA NEWS – KETAPANG, Penguasaan Kawasan Hutan Produksi di Kabupaten Ketapang Kian Marak.
Praktik ilegal ini dilakukan dengan berbagai modus, melalui skema Perhutanan Sosial seperti Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, dan Kemitraan Kehutanan.
Hal ini bisa berjalan tentu saja ada kongkalikong oknum-oknum nakal sehingga pembisnis dengan mudah menguasai dan dijadikan lahan pribadi berkebun kelapa sawit. Yang notabena nya bukan Tanaman Hutan.
berdasarkan informasi yang diterima, salah satu dari Kawasan hutan produksi tersebut ada yang dikuasai oleh pengusaha Bernama Candra pemilik merek air ternama HS 68 dan pengusaha hotel di kabupaten Ketapang.
Dalam prekteknya Candra membeli lahan tersebut dari warga dengan kepemilikan Surat Keterangan Tanah (SKT).
Dari hasil penguasaan lahan Kawasan hutan produksi. Candra mengusai 250 hektar (Ha) yang terletak di Desa Suka Mulia Kecamatan Singkup Kabupaten ketapang.
Yang kemudian dijadikan Perkebunan Kelapa Sawit, hingga kini hasil dari Perkebunan Sawit tersebut menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) 300 ton perbulannya dengan tahun tanam 2019.
Belakangan diketahui, bahwa hasil dari buah sawit tersebut dikelola oleh salah satu koperasi produsen.
Parahnya, lahan milik pengusaha candra tersebut tidak mengantongi izin resmi dari pemerintah, sehingga kuat dugaan dari hasil kebun kelapa sawit itu tidak membayar pajak.
Hal itu diakui oleh Candra, saat dikonfirmasi wartawan pada kamis (28/08/2025) disalah satu KF di Kabupaten Ketapang. Bahwa kebun sawit miliknya memang berada di kawasan hutan produksi.
“Saya tidak tahu bahwa itu kawasan hutan. Karena kalau sudah ada SKT dari desa dan ditandatangani camat saya kira sah. Belakangan baru saya tahu lahannya masuk kawasan hutan,”akunya.
Candra berdalih, bahwa lahan yang dibelinya tidak semua lahan kosong melainkan sudah ada masyrakat sekitar yang duluan menam sawit, melalui kepala desa pihak candra membelinya dari Masyarakat, dan tidak mengetahui bahwa itu masuk dalam Kawasan hutan produksi.
“kalua dari awal kami tau lahan disitu masuk Kawasan hutan produksi, mungkin kami tidak mau beli,”kilahnya.
Praktik ini berpotensi menyalahi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, khususnya Pasal 50 ayat (3) huruf a yang menegaskan larangan mengerjakan atau menggunakan kawasan hutan secara tidak sah.
Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dijerat pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda hingga Rp5 miliar sebagaimana diatur Pasal 78 UU Kehutanan.
Pengelolaan kebun sawit tersebut juga berpotensi menyalahi UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Lahan perkebunan di atas 25 hektare wajib memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP-B), sementara di bawah 25 hektare wajib memiliki Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB).
Tanpa legalitas itu, usaha perkebunan dianggap ilegal dan membuka ruang sanksi administratif hingga pidana.