
SUARA UTAMA NEWS – KETAPANG, Dugaan praktik ilegal kembali terjadi di sektor kehutanan Kabupaten Ketapang.
Kali ini terjadi kembali di Desa Tempurukan Kecamatan Muara Pawan Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat.
Salah Oknum berinisial M, diketahui berasal dari Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Selatan, disebut-sebut menjadi aktor utama dalam praktik jual beli lahan di kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK).
dari Informasi yang dihimpun, lahan ini telah dikuasai sejumlah pengusaha, salah satunya Nainggolan melalui perusahaan bernama CV. Ika Perdana Nusantara.
Perusahaan ini disebut telah membuka dan menanam sawit seluas 198 hektare di kawasan HPK. Aktivitas tersebut menimbulkan keresahan masyarakat Desa yang khawatir keberadaan sawit ilegal itu akan memicu konflik Tenurial dan merusak tata kelola hutan di wilayah mereka.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2021, HPK adalah kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi menjadi non-kawasan hutan untuk kepentingan lain.
Namun, sebelum dialihfungsikan, HPK wajib melalui proses pelepasan kawasan menjadi Areal Penggunaan Lain (APL).
Artinya, menanam sawit langsung di atas kawasan HPK tanpa pelepasan kawasan yang sah merupakan pelanggaran hukum.
Berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja dan aturan turunannya, setiap perusahaan atau perorangan yang menggarap kawasan hutan tanpa izin berpotensi dikenai sanksi:
Sanksi Administratif berupa penghentian kegiatan usaha, denda administratif, hingga pencabutan izin.
Sanksi Pidana jika pelanggaran dilakukan dengan sengaja, tidak menyelesaikan kewajiban pelepasan kawasan, atau menolak mengembalikan lahan.
Pasal 110B UU Cipta Kerja secara tegas mengatur, apabila perusahaan tetap membandel, maka selain denda dan pencabutan izin, juga dapat dikenai pidana sesuai ketentuan perundang-undangan.
Praktik jual beli lahan HPK oleh oknum KPH bersama pengusaha sawit dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap mandat pengelolaan hutan.
Masyarakat Desa Tempurukan menuntut agar pemerintah daerah hingga aparat penegak hukum segera turun tangan, menindak tegas oknum yang terlibat, serta mengembalikan fungsi kawasan sesuai aturan.
“Tidak boleh ada pembiaran. Kalau sawit dibiarkan berdiri di HPK tanpa izin, ini bukan hanya merugikan negara tapi juga masyarakat yang selama ini hidup dari hutan,” ujar salah satu tokoh masyarakat setempat.
Pentingnya Penegakan Hukum
Penegakan sanksi, baik administratif maupun pidana, dianggap sangat penting untuk mencegah kerusakan lingkungan lebih lanjut sekaligus memberi efek jera bagi pengusaha nakal.
Pemerintah diminta agar menindak oknum aparat dan pengusaha yang bermain di balik lahan HPK ilegal benar-benar diproses hukum, bukan hanya sekadar diberi teguran.