
SUARA UTAMA NEWS – KETAPANG, Pasal. 1 angka 15 Undang-Undang 13 tahun 2003 tentang ketenaga ketenaga kerjaan menyebutkan.
“Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah.
Unsur-unsur hubungan kerja tersebut bersufat kumulatif, bukan alternatif sehingga harus di penuhi semuanya. Tidak ada nya salah satu unsur tidak dapat disebut sebagai hubungan kerja.
Unsur perintah dalam perjanjian kerja memegang peranan pokok, sehingga tampa adanya unsur perintah maka hal itu bukan perjanjian kerja.
Dengan adanya unsur perintah maka kedudukan kedua belah pihak tidaklah sama yaitu ada yang memerintah dan ada pihak yang di perintah. (hubungan subordinasi).
Ini yang membedakan perjanjian kerja dengan macam perjanjian melakukan pekerjaan lain seperti, perjanjian pekerjaan pemborongan, dan perjanjian melakukan jasa tertentu.
Perlu digarisbawahi bahwa dasar dari hubungan kerja adalah perjanjian kerja, sehingga hubungan kerja harus dibedakan dari hubungan industrial.
Hubungan kerja dilihat dari sejarah istilahnya, merupakan pengganti untuk istilah Hubungan Perburuhan. (Labour Relation) hanya membahas masalah-masalah antara pekerja dan pengusaha.
Dan faktor yang mempengaruhinya adalah masalah ekonomi, sosial, politik, budaya dan lain sebaginya.
Oleh karena itu hubungan perburuhan dinilai tidak cukup lagi menggambarkan petmasalahan. Dan sejak itu di kenal Hubungan Industrial (industrial relation)
Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenaga Kerjaan membedakan istilah Hubungan Kerja dan Hubungan Industrial.
Hubungan kerja membahas masalah-masalah mengenai hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha. dalam hal ini lebih ditekankan adalah hubungan secara bipartit.
Hubungan Industrial membahas seluruh aspek dan permasalahan ekonomi, sosial, politik, budaya baik secars lansung maupun tidak lansung.
Berkaitan dengan hubungan pekerja dan pengusaha dalam hal ini muncul peran pemerintah dalam hubungan tripartit.
Hubungan Industrial menurut pasal 1 angka 16 Undang-undang 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan adalah.
Suatu sistim hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan atau jasa.
Yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang berdasarkan pada nilai -nilai pancasila dan undang-undang dasar Republik Indonesia tahun 1945.
Dalam melaksanakan Hubungan Industrial Pemerintah mempunyai fungsi, menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenaga kerjaan.
Dalam melaksanakan Hubungan Industrial, Pekerja dan serikat pekerja mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai kewajiban nya, menjaga ketertiban demi kelansungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis.
Mengembangkan keterampilan dan keahlian serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota dan keluarga nya.
Dalam melaksanakan Hubungan Industrial Pengusaha dan Organisasi Pengusaha mempunyai Fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja secara terbuka, demokratis dan berkeadilan.
Untuk mewujudkan semua itu pemerintah harus bersifat netral berada di antara pekerja dan pengusaha.
Pekerja/serikat pekerja harus berusaha keras karena karena posisi yang relatif subordinat (bawahan) dalam hubungan industrial dan rendahnya akses ke berbagai sumber daya dibanding aktor atau pelaku lain dalam Hubungan Industrial.
Pengusaha harus memiliki kemauan dan komitmen yang kuat berupa solidaritas sosial yang tinggi atas kehidupan pekerja dan keluarganya, hal ini membutuhkan kemauan yang kuat dari pengusaha untuk menyusutkan diri demi kepentingan kolektif.
“Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah.
Unsur-unsur hubungan kerja tersebut bersufat kumulatif, bukan alternatif sehingga harus di penuhi semuanya. Tidak ada nya salah satu unsur tidak dapat disebut sebagai hubungan kerja.
Unsur perintah dalam perjanjian kerja memegang peranan pokok, sehingga tampa adanya unsur perintah maka hal itu bukan perjanjian kerja.
Dengan adanya unsur perintah maka kedudukan kedua belah pihak tidaklah sama yaitu ada yang memerintah dan ada pihak yang di perintah. (hubungan subordinasi).
Ini yang membedakan perjanjian kerja dengan macam perjanjian melakukan pekerjaan lain seperti, perjanjian pekerjaan pemborongan, dan perjanjian melakukan jasa tertentu.
Perlu digarisbawahi bahwa dasar dari hubungan kerja adalah perjanjian kerja, sehingga hubungan kerja harus dibedakan dari hubungan industrial.
Hubungan kerja dilihat dari sejarah istilahnya, merupakan pengganti untuk istilah Hubungan Perburuhan. (Labour Relation) hanya membahas masalah-masalah antara pekerja dan pengusaha.
Dan faktor yang mempengaruhinya adalah masalah ekonomi, sosial, politik, budaya dan lain sebaginya.
Oleh karena itu hubungan perburuhan dinilai tidak cukup lagi menggambarkan petmasalahan. Dan sejak itu di kenal Hubungan Industrial (industrial relation)
Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenaga Kerjaan membedakan istilah Hubungan Kerja dan Hubungan Industrial.
Hubungan kerja membahas masalah-masalah mengenai hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha. dalam hal ini lebih ditekankan adalah hubungan secara bipartit.
Hubungan Industrial membahas seluruh aspek dan permasalahan ekonomi, sosial, politik, budaya baik secars lansung maupun tidak lansung.
Berkaitan dengan hubungan pekerja dan pengusaha dalam hal ini muncul peran pemerintah dalam hubungan tripartit.
Hubungan Industrial menurut pasal 1 angka 16 Undang-undang 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan adalah.
Suatu sistim hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan atau jasa.
Yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang berdasarkan pada nilai -nilai pancasila dan undang-undang dasar Republik Indonesia tahun 1945.
Dalam melaksanakan Hubungan Industrial Pemerintah mempunyai fungsi, menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenaga kerjaan.
Dalam melaksanakan Hubungan Industrial, Pekerja dan serikat pekerja mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai kewajiban nya, menjaga ketertiban demi kelansungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis.
Mengembangkan keterampilan dan keahlian serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota dan keluarga nya.
Dalam melaksanakan Hubungan Industrial Pengusaha dan Organisasi Pengusaha mempunyai Fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja secara terbuka, demokratis dan berkeadilan.
Untuk mewujudkan semua itu pemerintah harus bersifat netral berada di antara pekerja dan pengusaha.
Pekerja/serikat pekerja harus berusaha keras karena karena posisi yang relatif subordinat (bawahan) dalam hubungan industrial dan rendahnya akses ke berbagai sumber daya dibanding aktor atau pelaku lain dalam Hubungan Industrial.
Pengusaha harus memiliki kemauan dan komitmen yang kuat berupa solidaritas sosial yang tinggi atas kehidupan pekerja dan keluarganya, hal ini membutuhkan kemauan yang kuat dari pengusaha untuk menyusutkan diri demi kepentingan kolektif.